Dampak Sifat Tamak Terhadap Generasi Masa Depan

 

Apakah layak sebagai seorang manusia memakan harta saudaranya sendiri, apakah kita benar benar membutuhkan ataukah hanya sekedar pelampiaasan dari kegagalan yang kita alami. Jika kita tidak mendapatkan apa yang kita inginkan selama ini, bukan kemudian kita menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu yang dapat meringankan beban kehidupan. Biarlah semua sudah tertakar, jika diri kita merasa tidak mampu maka pencipta pun akan ikut mewujudkannya, padahal sejatinya kita mampu dan lebih dari cukup untuk bisa melaksanakanya sampai selesai. Andaikata pun ditengah jalan ada hal terjadi yang dalam kehidupan sehingga membuat kita menjadi tidak mampu lagi untuk menopang beban kehidupan itu, maka itupun sudah menjadi jalan hidup yang menimpanya, percayalah bawhasanya tuhan adalah pengatur kehidupan terbaik bagi ciptaanya. Jangan pernah kita memakan harta yang bukan hak kita, itu hanya akan mengotori hati kita dan menjauhkan diri kita dari tuhan. Tuhan tahu apa yang terbaik untuk kita, tau apa yang sebenarnya kita butuhkan. Logika manusia bukanlah alat mutlak yang selalu benar, ada kuasa dan ranah tuhan yang tidak bisa kita tembus, karena merupakan hak prerogative dari sang pencipta.

Dalam kehidupan ini ukuran kesuksesan setiap orang tidak  bisa disamakan satu sama lain, ada orang untuk mencukupi kebutuhan keluarganya dia berkerja keras, sehingga kebutuhan keluarganyapun bisa terpenuhi dan ia menganggap itu menjadi kesuksesan hidup, ada orang yang harus memiliki segelintir harta baru merasa dirinya sudah sukses, ada juga orang yang harus memiliki jabatan kekuasaan baru dirinya merasakan kesuksesan, ada juga orang yang seluruh hidupnya ia dedikasikan untuk kepentingan orang banyak layaknya pengajar di dunia Pendidikan, ia merasakan bahwa dirinya telah sukses karena bisa berguna bagi nusa dan bangsa. Oleh karena itu ukuran sukses setiap orang tidaklah sama. Kita melihat orang yang bergelimang kekayaan, belum tentu mereka Bahagia, banyak kasus orang-orang kaya yang rumah tangganya berantakan, terjadi KDRT, terjadi perceraian dalam rumah tangganya. Sedangkan ada seorang tukang becak yang setiap hari penghasilannya tidak menentu, tapi keluarganya Bahagia kalo dalam istilah jawanya adem ayem, semua tergantung pada nilai-nilai kehidupan yang ada pada diri seseorang. Maka untuk memperbaiki generasi mendatang, sudah seyogyanya ditanamkan nilai-nilai kebaikan dan budi pekerti luhur sejak dini, sejak seorang anak menempuh pendidikan pada jenjang sekolah dasar.

Sangat miris melihat kondisi negeri ini sekarang, yang mana generasi mudanya sudah rusak oleh globalisme, nilai-nilai luhur kehidupan terabaikan, sehingga banyak terjadi kasus-kasus Tindakan criminal dan asusila yang hamper setiap harinya kita dengar melalui media televisi ataupun media internet lainya. Ini merupakan imbas dari rusaknya nilai-nilai pengajaran di dunia Pendidikan. Apalagi setiap tahun kurikulum Pendidikan diubah-ubah sedemikaian rupa, hanya untuk memenuhi tuntutan segelintir orang yang haus akan kekayaan, Pendidikan sudah dijadikan alat untuk meraup pundi-pundi uang. Kesejahteraan tenaga pengajar yang masih terjadi gap antara satu dengan yang lain, pengajar yang berstatus pegawai negeri dengan pengajar yang statusnya masih wiyata bakti tentulah ini juga harus menjadi konsen pemerintah di bidang Pendidikan. Janganlah  membuat suatu Keputusan yang hanya menghabiskan agaran dana dan minim akan dampak positif yang diperoleh dalam jangka Panjang. Katakanlah APBN negara ini sebagain besar disumbang dari pajak Masyarakat, jangan sampai penggunaanya dihambur-hamburkan untuk sesuatu hal yang sia-sia, tidak membawa dampat positif terhadap generasi muda kedepannya di Indonesia.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Friday Evening in June 2024

Karakteristik Cekungan Salawati

Formasi Tanjung (Tet), Formasi Puruk Cahu (Tomc), Formasi Pamaluan (Tomp), dan Formasi Gunung Api Malasan (Tomv)