Karakteristik Cekungan Salawati


KARAKTERISTIK CEKUNGAN SALAWATI DARI TATANAN TEKTONIK DAN HUBUNGANYA DENGAN PETROLEUM SYSTEM
Agus Sabar Sabdono
21100112130051
soebaragoes@yahoo.com
Teknik Geologi Universitas Diponegoro

ABSTRAK
Cekungan Salawati adalah cekungan migas yang berada di papua. Batuan sumber daerah Cekungan Salawati berasal dari batu lempung dan serpih Formasi Klasafet, batu gamping pada Formasi Kais dan batu lempung dan serpih pada Formasi Klasaman awal. Formasi yang diperhitungkan akan menghasilkan hidrokarbon adalah Formasi Kais. Jebakan hidrokarbon di Cekungan Salawati terdapat di Formasi Kais berupa kompleks terumbu karbonat dan karbonat paparan yang tersesarkan. Jebakan dalam jumlah yang lebih kecil ada di Formasi Klasafet dan Klasaman. Batuan penutup (seal rock) berupa serpih karbonat dari formasi Klasafet dan batu gamping kristalin Formasi Kais. Batuan yang menjadi overburden adalah batuan gamping (limestone) pada Formasi Kais, dan clay pada Formasi Klasafet, Klasaman dan Sele.
Kata Kunci : Cekungan Salawati,Formasi Batuan,Jebakan Hidrokarbon



Struktur Regional Papua
Geologi Papua dipengaruhi dua elemen tektonik besar yang saling bertumbukan dan serentak aktif (Gambar 1). Pada saat ini, Lempeng Samudera Pasifik-Caroline bergerak ke barat-baratdaya dengan kecepatan 7,5 cm/th, sedangkan Lempeng Benua Indo-Australia bergerak ke utara dengan kecepatan 10,5 cm/th. Tumbukan yang sudah aktif sejak Eosen ini membentuk suatu tatanan struktur kompleks terhadap Papua Barat (Papua), yang sebagian besar dilandasi kerak Benua Indo-Australia.
Periode tektonik utama daerah Papua dan bagian utara Benua Indo-Australia dijelaskan dalam empat episode (Henage, 1993), yaitu (1) periode rifting awal Jura di sepanjang batas utara Lempeng Benua Indo-Australia, (2) periode rifting awal Jura di Paparan Baratlaut Indo-Australia (sekitar Palung Aru), (3) periode tumbukan Tersier antara Lempeng Samudera Pasifik-Caroline dan Indo-Australia, zona subduksi berada di Palung New Guinea, dan (4) periode tumbukan Tersier antara Busur Banda dan Lempeng Benua Indo-Australia. Periode tektonik Tersier ini menghasilkan kompleks-kompleks struktur seperti Jalur Lipatan Anjakan Papua dan Lengguru, serta Antiklin Misool-Onin-Kumaw
Tektonik Papua, secara umum dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu Badan Burung atau Papua bagian timur dan Kepala Burung atau Papua bagian barat. Kedua bagian ini menunjukkan pola kelurusan barat-timur yang ditunjukan oleh Tinggian Kemum di Kepala Burung dan Central Range di Badan Burung, kedua pola ini dipisahkan oleh Jalur Lipatan Anjakan Lengguru berarah baratdayatenggara di daerah Leher Burung dan juga oleh Teluk Cenderawasih (Gambar 2).
Tatanan Tektonik Kepala Burung Papua
Daerah Kepala Burung mengalami kompresi ke selatan sejak Oligosen sampai Resen.Kompresi ini merupakan hasil interaksi konvergen miring (oblique) antara Lempeng Benua Indo-Australia dan Lempeng Samudera Pasifik-Caroline (Dow dan Sukamto, 1984). Elemen-elemen struktur utama adalah Sesar Sorong, Blok Kemum – Plateu Ayamaru di utara, Sesar Ransiki, Jalur Lipatan-Anjakan Lengguru dan Cekungan Bintuni dan Salawati di timur dan Sesar Tarera-Aiduna, Antiklin Misool-Onin-Kumawa dan Cekungan Berau di selatan dan baratdaya. Cekungan-cekungan Bintuni, Berau dan Salawati diketahui sebagai cekungancekungan Tersier.
Blok Kemum adalah bagian dari tinggian batuan dasar, dibatasi oleh Sesar Sorong di utara dan Sesar Ransiki di timur. Dicirikan oleh batuan metamorf, pada beberapa tempat diintrusi oleh granit Permo-Trias. Batas selatannya dicirikan oleh kehadiran sedimen klastik tidak termetamorfosakan berumur Paleozoikum-Mesozoikum dan batugamping-batugamping Tersier (Pigram dan Sukanta, 1981; Pieters dkk., 1983).Blok Kemum terangkat pada masa Kenozoikum Akhir dan merupakan daerah sumber sedimentasi utama pengisian sedimen klastik di utara Cekungan Bintuni.
Cekungan Bintuni merupakan cekungan Tersier di selatan Blok Kemum, di bagian timurnya dibatasi oleh Jalur Lipatan Anjakan Lengguru.Cekungan ini dipisahkan dari Cekungan Salawati oleh Paparan Ayamaru dan dari Cekungan Berau oleh Perbukitan Sekak (Gambar 3).

Plateu Ayamaru dan Pematang Sekak merupakan tinggian di tengah Kepala Burung, dicirikan oleh sedimen tipis berumur Mesozoikum dan Tersier. Kedua tinggian ini memisahkan Cekungan Bintuni dan Salawati (Visser and Hermes,1962; Pigram and Sukanta, 1981).
Antiklin Misol-Onin-Kumawa merupakan bagian antiklinorium bawah laut yang memanjang dari Peninsula Kumawa sampai ke Pulau Misool (Pigram dkk., 1982). Jalur Lipatan Anjakan Lengguru berarah baratdaya-tenggara diperlihatkan oleh suatu seri bentukan ramps dan thrust. Di bagian selatannya, jalur ini terpotong oleh Zona Sesar Tarera-Aiduna (Hobson, 1997). Tanjung Wandaman pada arah selatan-tenggara, merupakan jalur sesar yang dibatasi oleh batuan metamorf. Daerah ini dapat dibagi menjadi zona metamorfisme derajat tinggi di utara dan derajat rendah di selatan (Pigram dkk.,1982).
Zona Sesar Tarera-Aiduna merupakan zona sesar mendatar mengiri di daerah selatan Leher Burung.Jalur Lipatan Anjakan Lengguru secara tiba-tiba berakhir di zona berarah barat-timur ini (Dow dkk., 1985). Sesar ini digambarkan (Hamilton, 1979 dan Doutch, 1981 dalam Pigram dkk., 1982) memotong Palung Aru dan semakin ke barat menjadi satu dengan zona subduksi di Palung Seram.
Cekungan Salawati
Cekungan ini berhubungan dengan Sesar Geser Sorong,yang membentuk asimetri, ada dugaan bahwa Cekungan Salawati ini merupakan bahagian terpotong dari Cekungan Banggai. Cekungan Selawati yang terletak di bagian barat kepala burung Irian Jaya atau di daerah Dobberai (Vogelkop) Peninsula, terbentuk pada kala Miosen Atas atau sekitar 10 juta tahun yl. Akibat adanya “oblique subduction” antara Lempeng Australia dengan Lempeng Pasific. Sebelum itu daerah ini merupakan suatu paparan karbonat yang diberi nama Paparan Ayamaru yang merupakan bagian dari kerak benua Australia
Sejarah sedimentasi yang teramati dimulai dari umur 35-32,5 juta tahun (Oligosen Bawah) dengan terbentuknya endapan karbonat New Guinea Limestone (NGL) di lingkungan Neritik Dalam-Tengah (20-60 meter) dan proses pengendapannya berlangsung dalam fasa trangresi seperti yang terlihat dari hubungan antara eustatik dengan paleobatometri. Kemudian mulai dari umur 32,5 – 30 juta tahun (Oligosin Bawah-Atas) pengendapan endapan karbonat NGL masih terus berlangsung dalam fasa regresi (yang diperlihatkan dengan adanya “sea level drop” dan pendangkalan paleobatimetri) dan kemudian kelompok batu gamping ini terangkat ke permukaan pada umur 30 juta tahun yang mana pengangkatan (uplift) ini diperlihatkan dengan bertambah kecilnya laju penurunan tektonik (tectonic subsidence)
            Terjadinya pengangkatan (uplift) , ini ada hubungannya dengan terjadinya “oblique collision” antara lempeng Australia dengan “sepic arc”. Dengan demikian akibat adari tumbukan ini selain mengakibatkan pengangkatan (Visser dan Hermes, 1982 ; Froidavaux, 1977 ; Brash 1991) juga mengakibatkan terjadinya “sea level drop” (Lunt dan Djaafar , 1991)
            Proses tumbukan ini terus berlangsung hingga umur 15 juta tahun dan mulai dari 30 juta tahun hingga 15 juta tahun (Oligosen Bawah/Atas-Miosen Tengah bagian bawah) seluruh kelompok Batugamping New Guinea tersingkap dipermukaan dan tererosi. Selama masa ini muka air laut purba naik kembali.
            Mulai dari umur 15-10 juta tahun (Miosen tengah bagianrumbu bawah-Miosen atas bagian bawah) terbentuk Formasi Kais tipe terumbu (Robinson & Soedirja , 1986) dilingkungan Neritik Dalam-Tengah (10-35 meter) dan formasi Klasafet serta formasi Klasaman bagian dilingkungan Neritik tengah (35-60 meter), selama ini muka air laut menurun,  kedalaman paleobatimetri bartambah dan laju penurunan tektonik meningkat dan peningkatan ini berhubungan dengan terjadinya “oblique subduction” antara lempeng Australia dengan Lempeng Pasific. Dari umur 10-2,5 juta tahun (miosen atas bagian bawah-liosen) pertumbuhan formasi Kais tipe terumbu (Robinson dan Soedirdja, 1986) disumur PY001 dan pembentukan formasi Klassafet berakhir yaitu masing-masing pada umur 8,9 juta tahun (miosen atas) dan 7,6 juta tahun (miosen atas) dan digantikan dengan terbentuknya Formasi Klasaman yang tebal. Selama masa ini muka air laut purba naik umur 5 juta tahun dan menurun kembali hingga umur 2,5, juta tahun dengan kedalaman paleobatimetri yang relatif bertambah besar dan terjadinya peningkatan laju penurunan tektonik.
Dari adanya peningkatan laju penurunan tektonik disimpulkan bahwa awal pembentukan Cekungan Salawati dan juga aktivitas Sesar Sorong dimulai dari umur 10 juta tahun hingga 2,5 juta tahun, selama berlangsungnya proses :oblique subduction” antara Lempeng Australia dengan Lempeng Pasifik.
Selama masa ini muka air laut purba meningkat kembali, kedalaman paleobatimetri berkurang dan laju penurunan tektonik juga berkurang. Hal ini menandakan bahwa aktivitas Sesar Sorong masih terus berlangsung yang mana akibat dari aktivitas tersebut menimbulkan pengangkatan dan penrunan separti yang terlihat di TBH09. Aktivitas Sesar Sorong ini diduga ada hubungannya dengan terjadinya “oblique collision” nantara Lempeng Australia dengan bagian dari “ Sunda trench dan Banda Forearc “ yang berlangsung hingga sekarang.
Petroleum System
Beberapa syarat petroleum system antara lain adanya batuan induk (source rock), batuan reservoar (reservoir), migrasi (migration), jebakan (trap), batuan penutup (seal) dan batuan overburden. Selain syarat di atas, terdapat juga kriteria lain seperti temperatur, berat jenis minyak, porositas, dan permeabilitas reservoar dan parameter lainnya (Sitorus, S.L., 2008). Batuan sumber daerah Cekungan Salawati berasal dari batu lempung dan serpih Formasi Klasafet, batu gamping pada Formasi Kais dan batu lempung dan serpih pada Formasi Klasaman awal. Formasi yang diperhitungkan akan menghasilkan hidrokarbon adalah Formasi Kais.
Hidrokarbon yang terakumulasi di Formasi Kais juga selain dari Formasi Kais itu sendiri, juga berasal dari Formasi Klasafet dan Formasi Klasaman. Batuan reservoar lainnya adalah Klasafet yang berumur Miosen akhir. Jebakan hidrokarbon di Cekungan Salawati terdapat di Formasi Kais berupa kompleks terumbu karbonat dan karbonat paparan yang tersesarkan. Jebakan dalam jumlah yang lebih kecil ada di Formasi Klasafet dan Klasaman. Batuan penutup (seal rock) berupa serpih karbonat dari formasi Klasafet dan batu gamping kristalin Formasi Kais. Batuan yang menjadi overburden adalah batuan gamping (limestone) pada Formasi Kais, dan clay pada Formasi Klasafet, Klasaman dan Sele. petroleum system Cekungan Salawati dapat dilihat pada Gambar 2.6 sebagai berikut :
3.6 Reservoir
Lapangan “X” dan sekitarnya termasuk dalam Lagoonal Deeper Carbonates Facies, secara umum terdiri dari lime-mudstone berwarna abu-abu kecoklatan yang berbutir halus dan wackestone pada beberapa tempat terdapat argillaceous dengan material skeletal berkisar 8-25% yang terdiri dari foraminifera plankton dan sedikit foraminifera benthonik. Berdasarkan peta facies, batugamping terumbu di Lapangan X diperkirakan sebagai suatu atoll atau finger reef yang berkembang pada suatu lagonal.
Analisis paleontologi dan komposisi litologi menunjukkan bahwa Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dalam pada open marine dengan kondisi low energy. Di Lapangan “X”, dari 114 sumur yang telah dibor, formasi Kais ini memiliki
porositas berkisar 20-28% dengan permeabilitas berkisar 248-1722 md (data core). Pada plot antara harga porositas dan permebilitas dapat ditarik suatu trend (garis). Hasil evaluasi petrofisika menunjukkan bahwa harga saturasi air berkisar 17-26% dengan gross column 13-143 m, dan perbandingan net-to-gross ratio rata-rata 0,78. Di sekitar lapangan “X” diperkirakan tidak berkembang Intra-Kais reef, hal ini disebabkan pada saat pengendapan batugamping Kais relatif lebih dalam. Blok X terletak di onshore cekungan Salawati Irian Jaya, di mana terdapat lapangan “X” yang telah diproduksi sejak tahun 1939-an. Pada penampang yang ditarik dari pulau Misool hingga Klamumuk dapat dilihat bahwa reservoir “X” merupakan sebuah self margin dengan pinneacle reef ( Gambar 4.4 ).




Elemen tektonik Indonesia dan pergerakan lempeng-lempeng tektonik (Hamilton, 1979).
Gambar1. Elemen tektonik Indonesia dan pergerakan lempeng-lempeng tektonik (Hamilton, 1979).

Struktur Regional Papua
Gambar 2. Struktur Regional Papua
   Gambar 3. Elemen Tektonik Kepala Burung (dimodifikasi dari Pigram dkk., 1982).
Gambar 3. Elemen Tektonik Kepala Burung (dimodifikasi dari Pigram dkk., 1982).

.

Referensi : https://syawal88.files.wordpress.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Friday Evening in June 2024

RUANG KELABU