Struktur
Regional Papua
Geologi Papua dipengaruhi dua elemen tektonik besar yang
saling bertumbukan dan serentak aktif (Gambar 1). Pada saat ini, Lempeng
Samudera Pasifik-Caroline bergerak ke barat-baratdaya dengan kecepatan 7,5
cm/th, sedangkan Lempeng Benua Indo-Australia bergerak ke utara dengan
kecepatan 10,5 cm/th. Tumbukan yang sudah aktif sejak Eosen ini membentuk
suatu tatanan struktur kompleks terhadap Papua Barat (Papua), yang
sebagian besar dilandasi kerak Benua Indo-Australia.
Periode tektonik utama daerah Papua dan bagian utara Benua
Indo-Australia dijelaskan dalam empat episode (Henage, 1993), yaitu (1)
periode rifting awal Jura di sepanjang batas utara Lempeng Benua
Indo-Australia, (2) periode rifting awal Jura di Paparan Baratlaut
Indo-Australia (sekitar Palung Aru), (3) periode tumbukan Tersier antara
Lempeng Samudera Pasifik-Caroline dan Indo-Australia, zona subduksi berada
di Palung New Guinea, dan (4) periode tumbukan Tersier antara Busur Banda
dan Lempeng Benua Indo-Australia. Periode tektonik Tersier ini
menghasilkan kompleks-kompleks struktur seperti Jalur Lipatan
Anjakan Papua dan Lengguru, serta Antiklin Misool-Onin-Kumaw
Tektonik Papua, secara umum dapat dibedakan menjadi dua
bagian, yaitu Badan Burung atau Papua bagian timur dan Kepala Burung atau
Papua bagian barat. Kedua bagian ini menunjukkan pola kelurusan
barat-timur yang ditunjukan oleh Tinggian Kemum di Kepala Burung dan
Central Range di Badan Burung, kedua pola ini dipisahkan oleh Jalur Lipatan
Anjakan Lengguru berarah baratdayatenggara di daerah Leher Burung dan juga
oleh Teluk Cenderawasih (Gambar 2).
Tatanan
Tektonik Kepala Burung Papua
Daerah Kepala Burung mengalami kompresi ke selatan sejak
Oligosen sampai Resen.Kompresi ini merupakan hasil interaksi konvergen
miring (oblique) antara Lempeng Benua Indo-Australia dan Lempeng Samudera
Pasifik-Caroline (Dow dan Sukamto, 1984). Elemen-elemen struktur utama
adalah Sesar Sorong, Blok Kemum – Plateu Ayamaru di utara, Sesar Ransiki,
Jalur Lipatan-Anjakan Lengguru dan Cekungan Bintuni dan Salawati di timur
dan Sesar Tarera-Aiduna, Antiklin Misool-Onin-Kumawa dan Cekungan Berau di
selatan dan baratdaya. Cekungan-cekungan Bintuni, Berau dan Salawati
diketahui sebagai cekungancekungan Tersier.
Blok Kemum adalah bagian dari tinggian batuan dasar,
dibatasi oleh Sesar Sorong di utara dan Sesar Ransiki di timur. Dicirikan
oleh batuan metamorf, pada beberapa tempat diintrusi oleh granit
Permo-Trias. Batas selatannya dicirikan oleh kehadiran sedimen klastik
tidak termetamorfosakan berumur Paleozoikum-Mesozoikum dan
batugamping-batugamping Tersier (Pigram dan Sukanta, 1981; Pieters dkk.,
1983).Blok Kemum terangkat pada masa Kenozoikum Akhir dan merupakan daerah
sumber sedimentasi utama pengisian sedimen klastik di utara Cekungan
Bintuni.
Cekungan Bintuni merupakan cekungan Tersier di selatan Blok
Kemum, di bagian timurnya dibatasi oleh Jalur Lipatan Anjakan
Lengguru.Cekungan ini dipisahkan dari Cekungan Salawati oleh Paparan
Ayamaru dan dari Cekungan Berau oleh Perbukitan Sekak (Gambar 3).
Plateu Ayamaru dan Pematang Sekak merupakan tinggian di
tengah Kepala Burung, dicirikan oleh sedimen tipis berumur Mesozoikum dan
Tersier. Kedua tinggian ini memisahkan Cekungan Bintuni dan Salawati (Visser
and Hermes,1962; Pigram and Sukanta, 1981).
Antiklin Misol-Onin-Kumawa merupakan bagian antiklinorium
bawah laut yang memanjang dari Peninsula Kumawa sampai ke Pulau Misool
(Pigram dkk., 1982). Jalur Lipatan Anjakan Lengguru berarah
baratdaya-tenggara diperlihatkan oleh suatu seri bentukan ramps dan
thrust. Di bagian selatannya, jalur ini terpotong oleh Zona Sesar
Tarera-Aiduna (Hobson, 1997). Tanjung Wandaman pada arah selatan-tenggara,
merupakan jalur sesar yang dibatasi oleh batuan metamorf. Daerah ini dapat
dibagi menjadi zona metamorfisme derajat tinggi di utara dan derajat
rendah di selatan (Pigram dkk.,1982).
Zona Sesar Tarera-Aiduna merupakan zona sesar mendatar
mengiri di daerah selatan Leher Burung.Jalur Lipatan Anjakan Lengguru
secara tiba-tiba berakhir di zona berarah barat-timur ini (Dow dkk.,
1985). Sesar ini digambarkan (Hamilton, 1979 dan Doutch, 1981 dalam Pigram
dkk., 1982) memotong Palung Aru dan semakin ke barat menjadi satu dengan
zona subduksi di Palung Seram.
Cekungan Salawati
Cekungan ini
berhubungan dengan Sesar Geser Sorong,yang membentuk asimetri, ada dugaan bahwa
Cekungan Salawati ini merupakan bahagian terpotong dari Cekungan Banggai.
Cekungan Selawati yang terletak di bagian barat kepala burung Irian Jaya atau
di daerah Dobberai (Vogelkop) Peninsula, terbentuk pada kala Miosen Atas atau
sekitar 10 juta tahun yl. Akibat adanya “oblique subduction” antara Lempeng
Australia dengan Lempeng Pasific. Sebelum itu daerah ini merupakan suatu
paparan karbonat yang diberi nama Paparan Ayamaru yang merupakan bagian dari
kerak benua Australia
Sejarah sedimentasi yang
teramati dimulai dari umur 35-32,5 juta tahun (Oligosen Bawah) dengan
terbentuknya endapan karbonat New Guinea Limestone (NGL) di lingkungan Neritik
Dalam-Tengah (20-60 meter) dan proses pengendapannya berlangsung dalam fasa
trangresi seperti yang terlihat dari hubungan antara eustatik dengan
paleobatometri. Kemudian mulai dari umur 32,5 – 30 juta tahun (Oligosin
Bawah-Atas) pengendapan endapan karbonat NGL masih terus berlangsung dalam fasa
regresi (yang diperlihatkan dengan adanya “sea level drop” dan pendangkalan
paleobatimetri) dan kemudian kelompok batu gamping ini terangkat ke permukaan
pada umur 30 juta tahun yang mana pengangkatan (uplift) ini diperlihatkan
dengan bertambah kecilnya laju penurunan tektonik (tectonic subsidence)
Terjadinya pengangkatan (uplift) , ini ada hubungannya
dengan terjadinya “oblique collision” antara lempeng Australia dengan “sepic
arc”. Dengan demikian akibat adari tumbukan ini selain mengakibatkan
pengangkatan (Visser dan Hermes, 1982 ; Froidavaux, 1977 ; Brash 1991) juga
mengakibatkan terjadinya “sea level drop” (Lunt dan Djaafar , 1991)
Proses tumbukan ini terus berlangsung hingga umur 15 juta
tahun dan mulai dari 30 juta tahun hingga 15 juta tahun (Oligosen Bawah/Atas-Miosen
Tengah bagian bawah) seluruh kelompok Batugamping New Guinea tersingkap
dipermukaan dan tererosi. Selama masa ini muka air laut purba naik kembali.
Mulai dari umur 15-10 juta tahun (Miosen tengah
bagianrumbu bawah-Miosen atas bagian bawah) terbentuk Formasi Kais tipe terumbu
(Robinson & Soedirja , 1986) dilingkungan Neritik Dalam-Tengah (10-35
meter) dan formasi Klasafet serta formasi Klasaman bagian dilingkungan Neritik
tengah (35-60 meter), selama ini muka air laut menurun, kedalaman paleobatimetri bartambah dan laju
penurunan tektonik meningkat dan peningkatan ini berhubungan dengan terjadinya
“oblique subduction” antara lempeng Australia dengan Lempeng Pasific. Dari umur
10-2,5 juta tahun (miosen atas bagian bawah-liosen) pertumbuhan formasi Kais
tipe terumbu (Robinson dan Soedirdja, 1986) disumur PY001 dan pembentukan
formasi Klassafet berakhir yaitu masing-masing pada umur 8,9 juta tahun (miosen
atas) dan 7,6 juta tahun (miosen atas) dan digantikan dengan terbentuknya
Formasi Klasaman yang tebal. Selama masa ini muka air laut purba naik umur 5
juta tahun dan menurun kembali hingga umur 2,5, juta tahun dengan kedalaman
paleobatimetri yang relatif bertambah besar dan terjadinya peningkatan laju
penurunan tektonik.
Dari adanya
peningkatan laju penurunan tektonik disimpulkan bahwa awal pembentukan Cekungan
Salawati dan juga aktivitas Sesar Sorong dimulai dari umur 10 juta tahun hingga
2,5 juta tahun, selama berlangsungnya proses :oblique subduction” antara
Lempeng Australia dengan Lempeng Pasifik.
Selama masa
ini muka air laut purba meningkat kembali, kedalaman paleobatimetri berkurang
dan laju penurunan tektonik juga berkurang. Hal ini menandakan bahwa aktivitas
Sesar Sorong masih terus berlangsung yang mana akibat dari aktivitas tersebut menimbulkan
pengangkatan dan penrunan separti yang terlihat di TBH09. Aktivitas Sesar
Sorong ini diduga ada hubungannya dengan terjadinya “oblique collision” nantara
Lempeng Australia dengan bagian dari “ Sunda trench dan Banda Forearc “ yang
berlangsung hingga sekarang.
Petroleum System
Beberapa
syarat petroleum system antara lain adanya batuan induk (source rock), batuan
reservoar (reservoir), migrasi (migration), jebakan (trap), batuan penutup
(seal) dan batuan overburden. Selain syarat di atas, terdapat juga kriteria
lain seperti temperatur, berat jenis minyak, porositas, dan permeabilitas
reservoar dan parameter lainnya (Sitorus, S.L., 2008). Batuan sumber daerah
Cekungan Salawati berasal dari batu lempung dan serpih Formasi Klasafet, batu
gamping pada Formasi Kais dan batu lempung dan serpih pada Formasi Klasaman
awal. Formasi yang diperhitungkan akan menghasilkan hidrokarbon adalah Formasi
Kais.
Hidrokarbon
yang terakumulasi di Formasi Kais juga selain dari Formasi Kais itu sendiri,
juga berasal dari Formasi Klasafet dan Formasi Klasaman. Batuan reservoar
lainnya adalah Klasafet yang berumur Miosen akhir. Jebakan hidrokarbon di
Cekungan Salawati terdapat di Formasi Kais berupa kompleks terumbu karbonat dan
karbonat paparan yang tersesarkan. Jebakan dalam jumlah yang lebih kecil ada di
Formasi Klasafet dan Klasaman. Batuan penutup (seal rock) berupa serpih
karbonat dari formasi Klasafet dan batu gamping kristalin Formasi Kais. Batuan
yang menjadi overburden adalah batuan gamping (limestone) pada Formasi Kais,
dan clay pada Formasi Klasafet, Klasaman dan Sele. petroleum system Cekungan
Salawati dapat dilihat pada Gambar 2.6 sebagai berikut :
3.6 Reservoir
Lapangan “X”
dan sekitarnya termasuk dalam Lagoonal Deeper Carbonates Facies, secara umum
terdiri dari lime-mudstone berwarna abu-abu kecoklatan yang berbutir halus dan
wackestone pada beberapa tempat terdapat argillaceous dengan material skeletal
berkisar 8-25% yang terdiri dari foraminifera plankton dan sedikit foraminifera
benthonik. Berdasarkan peta facies, batugamping terumbu di Lapangan X
diperkirakan sebagai suatu atoll atau finger reef yang berkembang pada suatu
lagonal.
Analisis
paleontologi dan komposisi litologi menunjukkan bahwa Formasi ini diendapkan
pada lingkungan laut dalam pada open marine dengan kondisi low energy. Di
Lapangan “X”, dari 114 sumur yang telah dibor, formasi Kais ini memiliki
porositas berkisar 20-28%
dengan permeabilitas berkisar 248-1722 md (data core). Pada plot antara harga
porositas dan permebilitas dapat ditarik suatu trend (garis). Hasil evaluasi
petrofisika menunjukkan bahwa harga saturasi air berkisar 17-26% dengan gross
column 13-143 m, dan perbandingan net-to-gross ratio rata-rata 0,78. Di sekitar
lapangan “X” diperkirakan tidak berkembang Intra-Kais reef, hal ini disebabkan
pada saat pengendapan batugamping Kais relatif lebih dalam. Blok X terletak di
onshore cekungan Salawati Irian Jaya, di mana terdapat lapangan “X” yang telah
diproduksi sejak tahun 1939-an. Pada penampang yang ditarik dari pulau Misool
hingga Klamumuk dapat dilihat bahwa reservoir “X” merupakan sebuah self margin
dengan pinneacle reef ( Gambar 4.4 ).
Komentar
Posting Komentar